jumat, 23 mei 2025 9.45
Suara Viral ID – Yerusalem/Istanbul:
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kembali menegaskan bahwa Israel tidak akan mengakhiri operasi militernya di Jalur Gaza hingga wilayah tersebut sepenuhnya berada di bawah kendali negaranya. Penolakan Netanyahu terhadap berbagai upaya gencatan senjata disampaikan dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (21/5) di Yerusalem Barat.
"Masih ada setidaknya 20 sandera yang kami yakini hidup, sementara 38 lainnya diduga telah tewas di Gaza," ujar Netanyahu di hadapan awak media. Ia menegaskan, Israel hanya akan mempertimbangkan jeda kemanusiaan bersifat sementara—bukan penghentian perang total—dengan syarat sandera dikembalikan.
Di sisi lain, data dari organisasi hak asasi manusia mengungkap lebih dari 10.100 warga Palestina saat ini ditahan di penjara-penjara Israel dalam kondisi memprihatinkan. Mereka disebut mengalami penyiksaan, kelaparan, serta pengabaian medis secara sistematis.
Hamas Ajukan Pertukaran, Israel Menolak
Kelompok Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, sebelumnya telah menyatakan kesediaannya untuk membebaskan seluruh sandera Israel sebagai bagian dari pertukaran dengan Israel. Namun syaratnya jelas: penghentian agresi militer, penarikan pasukan Israel dari Gaza, dan pembebasan para tahanan Palestina.
Namun, tawaran ini langsung ditolak Netanyahu. Ia bersikeras bahwa syarat utama bagi Israel adalah pelucutan total senjata milik Hamas dan penghapusan kepemimpinan kelompok tersebut dari wilayah Gaza. Ia juga menambahkan bahwa Israel akan kembali menduduki Gaza secara penuh untuk memastikan "keamanan jangka panjang."
🎰 Main Slot Gampang Menang?
Coba sekarang di JAWARA88 SLOT
💸 Spin santai, cuan datang!

Kritik Internal Menguat
Sikap keras Netanyahu memicu kritik pedas dari dalam negeri. Para pemimpin oposisi menilai Netanyahu memanjangkan konflik demi kepentingan politik dan tekanan dari koalisi sayap kanan ekstrem yang mendukungnya.
Yair Lapid, pemimpin oposisi dari Partai Yesh Atid, menanggapi langsung lewat video di platform X. Ia menyebut Netanyahu berbohong kepada publik, terutama soal klaim bahwa semua langkahnya telah disepakati bersama pemerintah Amerika Serikat. "Netanyahu bahkan sudah kehilangan simpati Donald Trump," ujarnya.
Sementara itu, Yair Golan dari partai Demokrat Israel menyebut konferensi pers Netanyahu sebagai "pertunjukan penuh tekanan dan kebohongan," seraya menuduh sang perdana menteri gagal mengambil tanggung jawab atas kekacauan yang terjadi.
Rencana Bantuan Kemanusiaan Bersama AS
Dalam konferensi persnya, Netanyahu juga membeberkan rencana baru bantuan kemanusiaan untuk warga Gaza yang ia klaim disusun bersama Amerika Serikat. Rencana ini terdiri dari tiga tahap: pengiriman makanan pokok untuk anak-anak, pendirian titik distribusi yang dikelola perusahaan Amerika, serta pembentukan zona evakuasi sipil yang diamankan oleh militer Israel.
Namun, rencana ini ditanggapi dengan skeptis oleh kelompok-kelompok hak asasi dan keluarga para sandera. Mereka menilai tidak ada kepastian mengenai masa depan Gaza maupun keselamatan para sandera jika perang terus berlanjut.
"Yang kami lihat adalah peluang damai terbesar dalam sejarah yang justru dibiarkan lewat begitu saja," ujar Forum Keluarga Sandera Israel dalam pernyataan resmi mereka di platform X.
Perang Belum Berakhir, Tuduhan Genosida Menguat
Sejak Oktober 2023, Israel melancarkan operasi militer besar-besaran ke Gaza. Hingga kini, lebih dari 53.700 warga Palestina dilaporkan tewas, sebagian besar merupakan perempuan dan anak-anak. Situasi ini menuai kecaman global dan memicu proses hukum di tingkat internasional.
Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sementara itu, Mahkamah Internasional (ICJ) tengah memproses gugatan genosida terhadap Israel terkait serangan mereka di Gaza.
Masa Depan Gaza: “Rencana Trump”?
Netanyahu menutup konferensi pers dengan menyebut bahwa setelah tujuan militer Israel tercapai, pihaknya akan mulai menerapkan Trump Plan, sebuah kerangka yang secara luas dipahami sebagai skema relokasi warga Palestina dari Gaza—langkah yang menuai kontroversi keras di berbagai kalangan.
Meski pemerintahannya bersikukuh melanjutkan operasi, suara-suara penentang semakin lantang, baik dari dalam negeri maupun komunitas internasional. Masa depan Gaza—dan stabilitas kawasan—masih tampak suram di tengah konflik yang belum menunjukkan tanda-tanda usai.
Editor: Tim Suara Viral ID
No comments:
Post a Comment